Mendidik Fitrah Keimanan, Fitrah Bakat, Fitrah Belajar dan Fitrah Seksualitas Anak

Tulisan oleh Ust. Harry Santosa

MENDIDIK FITRAH KEIMANAN

Fitrah adalah Islamic Concept of Human Nature (konsep Islam ttg Asal Mula Kejadian Manusia). Sejak lahir manusia telah membawa pokok kebaikan (innate goodness) yang sangat cukup untuk menjalani peran peradaban spesifiknya dalam rangka mencapai maksud penciptaan untuk Beribadah (Hamba Allah) dan untuk menjadi Khalifah Allah di muka bumi.

Diantara aspek fitrah adalah kecenderungan manusia untuk beriman atau bertuhan, yang disebut fitrah keimanan. Fitrah keimanan bahkan telah diinstal sejak di alam rahiem (QS 7:172) dalam bentuk persaksian Allah sebagai Robb (kholiqon-pencipta, roziqon-pemberi rezqi, malikan-pemilik/pemelihara dstnya).

Instalasi persaksian ini kemudian muncul dalam kenyataan bahwa tiap bayi lahir menangis. Para ulama mengatakan bahwa bayi menangis karena “seeking Allah” atau mencari Allah, dalam hal ini adalah Robb. Itulah mengapa menyusui diwajibkan karena sebagai bentuk penguatan dan perawatan syahadah Rubbubiyatullah.

Dalam pemberian ASI, sang bayi merasakan adanya Zat yang memberi rizqi, melindungi, merawat, menyayangi dstnya.

Perihal syahadah Rubbubiyatullah ini juga nampak pada perihidup bangsa bangsa, bahwa tiada satu sukupun di muka bumi yang tidak ada tempat untuk sujud kepada Tuhan.

Atheisme sendiri baru dikenal manusia pada Abad 18an sebagai bentuk penolakan terhadap penindasan Raja Diktator dan Gereja. AlQuran bahkan menyebut bahwa Kafir Quraisy sekalipun mengakui Tauhid Rubbubiyatullah.

“Jika ditanyakan kpd mereka siapa yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka menjawab Allah”.
Karenanya dalam hadits ttg Fitrah, dikatakan bahwa “setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang merubahnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi” , namun dalam hadits ini tidak dikatakan merubahnya menjadi Muslim.

Mengapa? Karena setiap bayi sudah lahir dalam keadaan Islam.

Lalu bagaimana Mendidik Fitrah Keimanan?

Mendidik fitrah keimanan, tentu bertahap sesuai tahapan usia.

Usia 0-2 tahun.

Ini tahap penguatan fitrah keimanan dengan memberikan ASI secara eksklusif, menghadirkan hati, perhatian, sentuhan, pandangan dsbnya ketika menyusui. Inilah tahap penguatan awal Tauhid Rubbubiyatullah.

Usia 3-6 tahun.

Ini tahap merawat fitrah keimanan dengan membangun imaji imaji keindahan ttg Allah, ttg Rasulullah SAW, ttg Islam dan kebaikan lainnya sehingga melahirkan kesan dan cinta yang mendalam. Cinta sebelum Islam, Iman sebelum Amal.

Dilarang merusak imaji imaji anak di usia ini ttg indahnya alHaq. Para ulama meminta untuk menunda menceritakan ttg neraka, perang akhir zaman, Dajjal, qiyamat dstnya, sampai benar benar fitrahnya kuat di usia 7 tahun ke atas.

Dilarang mendidik adab dengan memaksa, menyakitkan hatinya, dstnya, agar tidak malah membenci adab. Namun upayakanlah adab berkesan indah. Jadi tahap ini sepenuhnya full cinta namun tidak memperturutkan yang tidak baik.

Ceritakanlah hal hal indah yang membuat ananda sangat tergugah, berkesan mendalam dan antusias pada kebenaran. Suasanakanlah keshalihan dalam setiap momen dan kesempatan tanpa terasa dan formal.

Ini tahap emas untuk mengenalkan Allah, Rasulullah SAW dan kebaikan kebaikan Islam.

Anak sedang pada puncak imaji dan abstraksinya, alam bawah sadarnya masih terbuka lebar, maka mengenalkan apapun ttg kebaikan apalagi dengan cara berkesan akan masuk ke dalam alam bawah sadarnya dan menguatkan fitrahnya.

Penting mengkontekskan semua peristiwa baik dengan Allah dalam setiap kesempatan.

Teladankan kebaikan tanpa pasang target untuk segera diikuti. Hindari semua bentuk formal dan penerapan disiplin yang membuatnya jadi membenci kebaikan itu sendiri.

Ingat bahwa sholat baru diperintah saat usia 7 tahun, jadi di bawah 7 tahun sholat diimajikan indah bukan dipaksa tertib gerakan, tertib bacaan, tertib waktu. Misalnya penting setiap azan berkumandang, wajah bunda menjadi sumringah dan tersenyum seindah mungkin, bahkan memeluk dan mengucapkan kata kata indah di telinga ananda.

Dahulukan amar ma’ruf daripada nahi munkar. Misalnya jika ananda naik ke atas meja, katakan saja “nak meja untuk makan, kaki untuk ke masjid atau ke taman” daripada panik dan menyebut keburukan.

Diharapkan pada fase ini anak sudah antusias mengenal dan menyebut nama Allah di usia 3 tahun.

Nanti di usia 7 tahun, diharapkan ketika kita mengatakan, “nak, sholat itu diperintah oleh Allah lho…” maka ananda menerima perintah Sholat dengan suka cita”.

Usia 0-6 tahun adalah masa emas bagi mendidik fitrah keimanan, dengan menguatkan konsep Allah sbg Robb, melalui imaji imaji indah yang melahirkan kecintaan kpd Allah, Rasulullah SAW, Islam.

Metodenya adalah keteladanan dan suasana keshalihan yang berkesan mendalam.

Usia 7-10 tahun.

Ini adalah tahap menumbuhkan dan menyadarkan Tauhid Mulkiyatullah. Pada tahap ini ananda sedang sangat kritis (fitrah belajar dan bernalar pada puncaknya), mereka juga mulai bergeser dari ego sentris ke sosio sentris, mereka mulai memahami adanya keteraturan di alam dan di kehidupan.

Inilah tahap yang tepat untuk menumbuhkan dan menyadarkan bhw Allahlah Sang Maha Pengatur, Sang Maha Pembuat Hukum, Zat Yang harus ditaaati. Fitrah keimanannya ditumbuhkan dengan membaca alam dan mentadaburi keteraturan ciptaan Allah di alam semesta.

Fitrah keimanan tumbuh baik dengan menginteraksikannya pada kenyataan adanya keteraturan yang indah dan sempurna alam semesta.

Keimanannnya mulai berbunga menjadi keinginan kuat memahami keteraturan itu dan mencintai Sang Maha Pengaturnya. Keimanan tidak bisa lagi lewat kisah kisah menjelang tidur, namun harus dialami langsung dengan interaksi di alam.
Usia 11-14 tahun.

Ini tahap mendidik fitrah keimanan untuk Tauhid Uluhiyatullah. Metodenya adalah mengokohkan fitrah keimanan melalui ujian ujian kehidupan sehingga mennjadi kebutuhan.

Iman itu perlu diuji bukan lagi dikisahkan atau diinteraksikan, tetapi melalui beban beban kehidupan dalam batas kesanggupannya. Ingat bahwa fitrah keimanan bukan bicara seberapa banyak ilmu agama yang direkam di benak, namun bicara seberapa banyak anak mengokohkan keimananannya melalui cinta yang mendalam pada alHaq.

Pada tahap ini, memberikan anak kesempatan untuk merantau yang tidak terlalu jauh, berbisnis kecil kecilan, memberi investasi, memagangkan pada maestro, melibatkan pada aktifitas dakwah dll.Maka kita akan lihat, bagaimana fitrah keimanannya diuji dalam kehidupan.

Rasulullah SAW memulai magang berdagang bersama pamannya dan merantau ke Syams sejak usia 11-12 tahun. Maka kita lihat Rasulullah SAW piawai di dakwah dan piawai di pasar.

Dalam ujian ujian kehidupan itu mereka akan menyadari butuhnya sholat malam, butuhnya panduan alQuran dan alHadits, butuhnya memperbaiki misi hidup sesuai yang Allah kehendaki dstny.

> 15 Tahun
Fitrah Keimanan yang tumbuh paripurna akan berujung kepada peran peradaban berupa ghairah dan antusias Menyeru Kepada Tauhidullah. Inilah adab tertinggi kepada Allah sebagaimana yang ditugaskan kepada para Nabiyullah Alaihimusalaam sepanjang sejarah.

MENDIDIK FITRAH BAKAT

Ada yang bertanya bagaimana cara mudah mengenali bakat anak?

Cara mudah tidak ada, yang ada adalah cara fitrah, yaitu observasi orang tua pada anak anaknya dalam waktu panjang secara telaten dan penuh empati.

Usia 0-6 tahun. Kenali atau observasi “sifat unik” dan “fisik unik” anak dalam keseharian atau dalam berkegiatan.

Apa itu sifat unik? Sifat unik ini adalah bawaan lahir (karakter bawaan) unik yang nampak sejak lahir, disebut dengan fitrah bakat.

Secara umum “sifat unik” dimulai dengan kata “Suka”. Misalnya suka mengatur, suka mengendalikan, suka waspada, suka menganalisa, suka memperbaiki, suka bersahabat dstnya.
Kalau fisik unik, nampak pada keistimewaan fisik, misalnya olahraga, menari, memasak dstnya. Biasanya fisik ini yang dianggap fitrah bakat, padahal sifat juga fitrah bakat, dan lebih sulit dikenali.

Jika merujuk pada penemuan Gallup, maka ada 34 sifat unik, dimana seorang anak umumnya memilki 5 sifat, kombinasi 5 dari 34 sifat (tema kekuatan).

Usia 7-10 tahun, jika sifat unik sudah dikenali maka sekarang rancang kegiatan atau beri aktifitas yang relevan dengan sifat unik tsb. MIsalnya jika suka mengatur, maka coba (memang coba coba) beri aktifitas misalnya mengatur orang (personalia) atau mengatur perabotan (design interior) atau mengatur dokumen (arsip) atau mengatur mobil (tukang parkir) dstnya.

Sampai ditemukan aktifitas yang benar benar 4E – Enjoy, Easy, Excellent dan Earn. Yaitu aktifitas yang benar benar dia bahagia, mudah, hebat dan banyak manfaatnya.

Biasanya aktifitas yang merupakan potensi unik ananda, akan sangat ditunggu tunggu ketika akan memulainya, lalu dunia seperti berhenti berputar ketika melakukannya, dan akhirnya tidak mengatakan “alhamdulillah kelar juga” tetapi “kapan lagi ya?”

Aktifitas yang 4 E inilah sesungguhnya merupakan fitrah bakatnya. Seorang anak bisa punya beberapa aktifitas yang 4E

Hati hati bahwa “Hebat belum tentu Bakat”, Excellent harus dibarengi Enjoy dan Easy agar bisa disebut potensi bakat.

Diharapkan selambatnya usia 10-12 ananda sudah kenal dengan potensi bakatnya, sehingga pengembangannya bisa dimulai sejak usia 10 tahun atau selambatnya usia 12 tahun.
Usia 10-14 tahun (pre aqilbaligh)

Jika potensi bakat sudah ditemukan, maka kita bisa membantu ananda untuk merancang pengembangannya (personalized curriculum). Isinya adalah kegiatan magang, proyek dll berbasis potensi bakatnya.

Jangan lupa berikan skill dan knowledge pendukung yang dibutuhkan untuk pengembangan bakatnya.
“Magang” atau Belajar pada Maestro dalam proyek real dalam kehidupan adalah metode terbaik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Beliau telah magang berdagang kepada pamannya dan merantau sampai ke Syams untuk berdagang pada usia 11-12 tahun.

Diharapkan jika fitrah bakat ini tumbuh sesuai tahapannya maka akan menjadi peran dalam kehidupan dalam suatu bidang kehidupan unik tertentu atau profesi unik tertentu dan memimpin di situ. Secara adab, mereka akan menjadi beradab pada kehidupan dan realita sosialnya.

Catatan:

Tentu dalam pendidikan berbasis fitrah, bakat hanyalah satu aspek, ananda juga perlu dipetakan semua aspek fitrahnya agar tumbuhnya serasi.

Buat apa bakat berkembang jika keimanannya berantakan dan seksualitasnya menyimpang bukan?

Tetapi juga sebaliknya, buat apa keimanannya baik, jika tidak memiliki peran terbaik dalam bidang kehidupan sesuai potensi bakatnya.

Justru orang shalih yang tidak memiliki peran dalam kehidupan, bisa menggerogoti keimanannya bukan?
Dalam banyak hal, kadang orang beramal sesuai dengan sifat uniknya atau fitrah bakatnya.

Mereka yang suka berbagi, biasanya penggemar amal berinfaq atau mengajar. Mereka yang suka bersahabat biasanya penggemar silaturahmi. Mereka yang suka mengumpulkan informasi, biasanya suka menghafal alQuran dstnya.
Salam Pendidikan Peradadan.

# fitrahbasededucation
# pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

MENDIDIK FITRAH BELAJAR DAN BERNALAR

“Baby born as a Scientist” begitu menurut pakar prof. Gopnick yang selama puluhan tahun bergelut dengan dunia anak. Dia melihat anak punya kecakapan setara seorang filsuf dan berfikir ilmiah layaknya seorang pakar sains.

Dalam sebuah riset, seorang anak 3 tahun diberi tantangan untuk menduga mengapa sebuah kotak dengan cara menumpuk tertentu bisa mengeluarkan cahaya lampu dan mengapa dengan cara yang sama kotak lain tidak mengeluarkan cahaya sama sekali.

Dalam hitungan tidak sampai 3 menit, anak usia 3 tahun sudah dapat mengeluarkan banyak hipotesis.

Dalam riset lain, Sugatra Mitra seorang pakar IT, mendapatkan anak anak desa di india, yang tidak sekolah, mampu “self learning” dan mendapat nilai ekselen setara dengan sekolah terbaik dengan guru terbaik di New Delhi, padahal hanya ditinggalkan 8 bulan bersama komputer yang telah dipasangkan pelajaran “DNA Exchange” dan didampingi seorang gadis perempuan yang memberi semangat di belakang mereka.

Wow, inilah kehebatan fitrah belajar dan bernalar yang Allah SWT telah instal kepada makhluk yang ingin dijadikan Khalifatullah fil Ardh. Perhatikanlah bahwa setiap anak sejak lahir adalah pembelajar sejati, tidak ada anak yang memutuskan merangkak sepanjang hidupnya ketika berkali kali jatuh saat belajar berdiri dan berjalan.

Begitulah Allah telah membekalkan manusia agar mampu memikul tanggungjawabnya untuk merawat dan memakmurkan bumi. Dalam Islam manusia memang dilahirkan “bodoh atau tanpa pengetahuan”, tetapi Allah telah menginstal dalam jiwa mereka keimanan, akhlak dasar yang dapat membedakan perlakuan baik dan buruk, kemampuan dasar interaksi sosial, sifat sifat unik, pola makan dan tidur, seksualitas sebagai lelaki dan perempuan dll yang semuanya itu bukan wilayah pengetahuan yang diajarkan, tetapi terinstal dalam jiwanya. Itulah fitrah.

Jangan salah paham, Fitrah bukan tipe kecerdasan, tetapi potensi potensi dasar manusia untuk dirawat, dikuatkan, disadarkan, dikembangkan dan dikokohkan sehingga kelak menjadi peran peradaban dalam segala bidang dasar kehidupan, baik personal maupun komunal.

Khusus untuk fitrah belajar dan bernalar, jika tumbuh paripurna maka kelak peran peradaban yang diharapkan adalah peran innovator yang menebar rahmat bagi alam semesta.

Lalu mengapa sepanjang masa kita menjalani masa persekolahan, fitrah belajar dan bernalar ini seolah redup. Bahkan banyak diantara kita alergi dengan kata “belajar” apalagi “bernalar”. Persekolahan formal dianggap oleh banyak bakar sebagai “penyebab” anak membenci proses belajar dan bernalar.

Belajar seolah menjadi waktu “pengisian konten pengetahuan” yang mengerikan, daaan….. bel pistirahat, bel pulang serta liburan adalah masa paling membahagiakan. Bagi kita kebanyakan, belajar dan bernalar di sekolah sebenarnya adalah pacuan yang tak kemana mana (race to no where).

Lihatlah berapa banyak sarjana yang skripsi dan tesisnya adalah karya satu satunya dan terakhir sepanjang hidupnya?

Ya kita sesungguhnya bukan sedang belajar tetapi menjalani “ilusi belajar”. Seolah seperti orang sibuk “belajar” namun pada kenyataannya hanya sekedar memenuhi syarat kelulusan ujian dan berlomba masuk sekolah favorit atau bekerja di tempat yang mapan.

Bekal fitrah belajar dan bernalar yang seharusnya ditujukan untuk mencapai peran inovasi untuk melestarikan dan memakmurkan bumi, berubah menjadi perlombaan atau pacuan orang buta.

Berapa banyak orang yang menghafal rumus rumus namun tak mampu melahirkan karya inovatif. Berapa banyak orang menghafal aQuran namun tak memiliki gairah untuk Tadabur dan Inovasi yang melahirkan karya genuine. Padahal Ummat hari ini membutuhkan kemampuan Tadabur yang hebat.

________________

Lalu bagaimana mendidik Fitrah Belajar dan Bernalar?

Mendidik fitrah belajar dan bernalar harus berangkat dari keyakinan bahwa semua anak suka dan bergairah belajar. Karenanya tidak tergiur untuk “too much teaching” atau “over stimulus” apalagi drilling dan menerapkan “reward & punishment”.

Kita sesungguhnya hanya perlu menyemangati, mendorong gairah dan antusiasnya untuk “ikhlash belajar dan bernalar” melahirkan inovasi baru yang ramah bumi di setiap kesempatan dengan membimbingnya memunculkan banyak idea menantang atau menginspirasi agar ananda melahirkan gagasan hebat.

Usia 0-6 tahun – merawat dan menguatkan konsep belajar melalui imaji dan abstraksi serunya belajar dan bernalar.

Di tahap ini imaji dan abstraksi anak sedang pada puncaknya, sementara aspek koginitifnya belum berkembang. Karenananya belajar dan beenalar di masa ini bukanlah dengan mengenalkan symbol dan cara belajar formal kaku. Maka bermain di masa ini adalah proses belajar yang disukai anak.

Permainannya pun bukan permainan kognitif namun permainan imajinatif, misalnya bermain peran “kuda kudaan”, “”dokter dokteran” dstnya.

Permainannya harus “open ended” artinya tidak kaku dan dinamis. Jangan abaikan bermain atau berkegiatan di masa anak, inilah proses belajar dan bernalar terbaik untuk membentuk sikap.

Rasulullah SAW ketika usia 0-6 tahun berada di Bani Sa’diyah, setidaknya ada 7 hal terkait fitrah belajar dan bernalar ini yang Beliau dapatkan:

1. Belajar Bersama Alam (BBA), Lingkungan alam pedesaan yang nyaman untuk belajar dan bergerak serta untuk menguatkan senso motoriknya (muscle memory)

2. Bahasa IBU (mother tongue) yang fasih dan sempurna

3. Belajar bersama orangtuanya untuk membangun kelekatan (attachment)

4. Belajar Kisah Kisah Kepahlawanan bersastra baik dan Kearifan lokal

5. Belajar Kepemimpinan (Executive Functioning) dengan memelihara hewan

6. Belajar Mendaki Bukit untuk membentuk sikap dan fisiknya

7. Belajar Mengenal dan Mencintai Allah melalui ciptaanNya

Belajar bagi anak usia ini adalah proses bermain imajinasi yang menyenangkan dalam cara pandang mereka bùkan cara pandang mereka. Anak yang sudah cinta belajar akan belajar sepanjang hidupnya.

Karenanya jangan tergesa ingin anak serba bisa pada yang tampak, bukan pada apa yang memberi dampak. Anak yang segera bisa membaca belum tentu suka buku dan suka belajar sepanjang hidupnya.

________________

Usia 7-10 tahun – masa menumbuhkan dan menyadarkan potensi fitrah belajar dan bernalar

Di tahap ini fitrah belajar dan bernalar sedang pada puncaknya. Logika dan kritis anak sudah berkembang sangat baik. Anak mulai menyadari adanya aturan, adanya symbol, adanya tanggungajawab dstnya.

Di masa inilah perintah Sholat dianjurkan untuk diperintahkan (disampaikam sebagai perintah) karena aqal sudah tumbuh pesat.

Inilah masa emas bagi fitrah belajar dan bernalar ananda. Maka metode terbaik adalah dengan diinteraksikan atau direlevankan dengan alam. Alam menjadi tempat terbaik, metode Belajar bersama Alam menjadi cara terbaik menumbuhkan fitrah belajar dan bernalar.

Logika anak yang tumbuh hebat bertemu dengan keindahan keteraturan Allah di alam semesta dan keindahan ayat Allah di Kitabullah.

Belajar bersama alam ada 3, bisa alam sebagai lingkungan belajar, bisa alam sebagai media belajar dan bisa alam sebagai obyek belajar.

Pada tahap usia ini umumnya alam sebagai obyek belajar dan menggali pengalaman. Konsepsi bahwa belajar menyenangkan pada usia 0-6 tahun, bergeser menjadi belajar sebagai penyadaran dan penumbuhan potensi inovator melalui karya karya kreatif dan solutif pada alam.

Belajar dan bernalar bukan tentang menguasai banyak pengetahuan, tetapi memperoleh pengetahuan sebagai efek dari bernalar dan berpengalaman di alam secara terus menerus, sebagaimana gambaran seorang Ulil Albab di dalam alQuran, yang memikirkan ciptaan Allah dalam semua keadaan (berdiri, duduk dan berbaring).

Pada tahap ini studi studi kasus real alam sekitarnya baik potensi alam maupaun problematika alam penting dibawa dalam proses pembelajaran agar potensi jiwa seorang innovator tumbuh subur.

Usia 11-14 tahun – uji potensi sehingga menjadi eksistensi peran innovator dan beradab kepada alam.

Di tahap ini daya inovasi akan bertemu dengan realita bakatnya dan realitas sosial masyarakatnya. Pengembangan potens fitrah bakat harus dibarengi dengan kemampuan berinovasi agar peran dalam bidang kehidupan menjadi jauh lebih manfaat dan ramah alam.

Barangkali sering kita lihat karya yang dilahirkan dengan talenta hebat namun tidak inovatif. Ini karena tumbuhnya fitrah bakat tidak dibarengi tumbuhnya fitrah belajar dan bernalar.

Pada tahapan ini Belajar Bersama alam bergeser pada bagaimana Belajar dan Bernalar untuk berinovasi memakmurkan dan melestarikan bumi serta menyelesaikan realitas sosial masyarakat sekitarnya.

>15 tahun. Ekistensi Peran Inovator dan Beradab kepada Alam

Salam Pendidikan Peradaban

MENDIDIK FITRAH SEKSUALITAS

Seksualitas adalah bagaimana seseorang bersikap, berfikir, bertindak sesuai dengan gendernya.

Fitrah seksualitas keperempuanan adalah bagaimana seseorang perempuan itu berfikir, bertindak, bersikap, berpakaian dll sebagai seorang perempuan. Fitrah seksualitas kelelakian adalah bagaimana seseorang lelaki itu berfikir, bertindak, bersikap, berpakaian dll sebagai seorang lelaki.

Secara fitrah seksualitas seseorang hanya dilahirkan sebagai lelaki atau sebagai perempuan, tidak ada jenis kelamin lainnya. Jika ada orang yang mengatakan bahwa homo atau lesbian atau lainnya adalah bawaan lahir, itu sesungguhnya ia telah menyimpang fitrahnya.

Penyimpangan fitrah seksualitas sangat beragam, kasusnya tidak hanya terjadi di kalangan manusia liberal namun juga manusia relijius, karena setiap aspek fitrah adalah keniscyaan bagi manusia yang perlu mendapat saluran dan mendapat perhatian untuk dididik.

Mereka yang berlebihan dalam menyalurkan dorongan seksualitasnya dengan mengumbar syahwatnya maupun berkekurangan atau berlebihan dalam membatasi dorongan seksualitasnya dengan pola hidup tidak menikah seperti menjadi rahib atau pendeta juga mengalami penyimpangan fitrah seksualitasnya.

Begitupula anak lelaki yang suplai “feminitas” dari ibu berlebihan sementara suplai maskulinitas dari ayah berkurangan, akan mengalami penyimpangan fitrah seksualitasnya yaitu menjadi “melambai” atau cenderung “homo” atau setidakmya kurang kejantanannya.

Anak perempuan yang berkekurangan suplai “feminitas”dari ibu, sementara berkelebihan dalam suplai “maskulinitas” dari ayah, akan mengalami penyimpangan fitrah seksualitas yaitu menjadi tomboy atau cenderung lesbi atau setidaknya kurang kelembutan seorang perempuan.

Setidaknya, kurangnya suplai ayah dan suplai ibu secara seimbang sesuai gendernya di masa anak sejak usia 0-14 tahun, akan berdampak buruk pada fitrah seksualitasnya ketika dewasa.

Dalam penelusuran Siroh Nabi SAW, ternyata memang sosok ayah dan ibu tidak boleh hilang sepanjang masa anak, sejak lahir sampai aqilbaligh di usia 15 tahun.

Lalu bagaimana mendidik fitrah seksualitas?

Inti mendidik fitrah seksualitas adalah terbangunnya attachment (kelekatan) serta suplai ke ayahan dan suplai keibuan.

Usia 0-2 tahun – merawat kelekatan (attachment) awal

Anak lelaki atau anak perempuan didekatkan kepada ibunya karena ada masa menyusui. Ini tahap membangun kelekatan dan cinta.

Usia 3-6 tahun – menguatkan konsep diri berupa identitas gender

Anak lelaki dan anak perempuan di dekatkan kepada ayah dan ibunya secara bersama. Usia 3 tahun, anak harus dengan jelas mengatakan identitas gendernya. Misaonya anak perempuan harus berkata “bunda, aku perempuan”, sebaliknya juga anak lelaki.

Jika sampai usia 3 tahun masih “bingung” identitas gendernya, ada kemungkinan sosok ayah atau sosok ibu tidak hadir. Inilah tahap penguatan konsep identitas gender pada diri anak

Pada tahap ini praktek “toileting”, dapat dijadikan juga sarana menumbuhkan fitrah seksualitas berupa penguatan konsep diri atau identitas gendernya

Usia 7-10 tahun – menumbuhkan dan menyadarkan potensi gendernya

Ini tahap menumbuhkan identitas menjadi potensi. Dari konsepsi identitas gender menjadi potensi gender. Dari keyakinan konsep diri sebagai lelaki dan sebagai perempuan, menjadi aktualisasi potensi diri sebagai lelaki atau potensi diri sebagai perempuan pada sosialnya.

Karenanya di tahap ini, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, agar mendapat suplai “kelelakian” atau maskulintas, melalui interaksi aktifitas dengan peran peran sosial kelelakian, misalnya diajak ke masjid, diajak naik gunung, diajak olahraga yang macho, dll.

Para ayah sebaiknya mulai berusaha menjadi idola anak lelakinya, dengan beragam kegiatan maskulin bersama, sampai anak lelakinya berkata aku ingin menjadi seperti “ayah”.

Lisan dan telinga ayah harus nampak sakti bagi ana lelakinya. Ayah harus menjadi penutur hebat bagi anak lelakinya dengan narasi narasi besar sejarah dan peradaban serta peran keluarganya dalam menyelesaikan masalah ummat atau menghidupkan potensi ummat dalam pentas peradaban.

Ayah juga yang harus menjelaskan tentang “mimpi basah” dan fiqh kelelakian, seperti mandi wajib, peran lelaki dalam masyarakat, konsep tanggungjawab aqilbaligh, pokok aqidah dstnya ketika anak lelakinya menjelang usia 10 tahun

Anak lelaki yang tidak dekat dengan ayahnya atau kekurangan suplai maskulinitas akan mengalami permasalah peran kelelakian ketika dewasa.

Sejalan dengan di atas, pada tahap ini, anak perempuan lebih didekatkan kepada ibunya, agar mendapat suplai “keibuan” atau suplai feminitas, melalui interaksi aktifitas dengan peran peran sejati sosial keperempuanan, misalnya merawat keluarga, memasak, menjahit, menata rumah, menata keuangan dstnya.

Para Bunda, disarankan berhenti “catering” dan “menjahit sendiri”, tunjukan pada anak perempuan bahwa tangan dan kaki bunda “sakti”. Jadikan “mukena” pertamanya adalah jahitan tangan ibunya sendiri.

Sederhana bukan?

Para Bunda sebaiknya mulai berusaha menjadi idola bagi anak perempuannya, sampai ia berkata. “Aku ingin seperti bunda, keren banget”.

Bunda juga yang harus menjelaskan tentang “haidh” dan fiqh perempuan, seperti mandi wajib, peran wanita dalam masyarakat, konsep tanggungjawab aqilbaligh, pokok aqidah dstnya ketika anak perempuannya menjelang usia 10 tahun

Anak perempuan yang tidak dekat dengan Ibunya atau kekurangan suplai “feminitas” pada tahap ini, diragukan akan menjadi perempuan sejati atau ibu yang baik kelak.

Usia 11-14 Tahun – Mengokohkan Fitrah Seksualitas

Setelah fitrah seksualitas kelelakian dari anak lelaki dianggap tuntas bersama ayahnya, kini saatnya anak lelaki lebih didekatkan kepada ibunya, agar dapat memahami perempuan dari cara pandang seorang perempuan atau ibunya.

Anak lelaki harus memahami “bahasa cinta” perempuan lebih dalam, karena kelak dia akan menjadi suami dari seorang perempuan yang juga menjadi ibu bagi anak anaknya.

Anak lelaki yang tidak lekat dengan ibunya pada tahap ini, berpotensi untuk menjadi “playboy”, dan kelak menjadi suami yang berpotensi kasar, kurang empati dstnya

Begitupula sebaliknya, setelah fitrah seksualitas keperempuanan dari anak perempuan dianggap tuntas bersama ibunya, kini saatnya anak perempuan lebih didekatkan kepada ayahnya, agar dapat memahami lelaki dari cara pandang seorang lelaki.

Anak perempuan harus memahami “bahasa seorang lelaki” secara mendalam, karena kelak dia akan menjadi istri dari seorang lelaki yang juga menjadi ayah dan imam bagi keluarganya.

Anak perempuan yang tidak dekat dengan ayahnya di tahap ini, kelak menurut riset berpeluang 6 kali menyerahkan tubuhnya kepada lelaki yang dianggap sosok ayahnya.

Anak perempuan yang dekat dengan ayahnya, secara alamiah memiliki mekanisme bertahan untuk mampu membedakan mata lelaki baik dan mana lelaki buruk dalam kehidupan sosialnya.

Catatan: Kasus anak yang dipisahkan dari ayah Ibunya terlalu cepat sebelum aqilbaligh (usia 15 tahun), baik karena peperangan, bencana, perceraian maupun karena dikirim ke boarding school, menurut banyak riset akan mengalami penyimpangan seksualitas. Kasus LGBT juga banyak terjadi di Pondok Pesantren dengan korban anak anak yang belum aqilbaligh.

Usia >15 tahun

Ini masa dimana fitrah seksualitas kelelakian matang menjadi fitrah peran keayahan sejati, dan fitrah seksualitas keperempuanan matang menjadi peran keibuan sejati.

Wujudnya adalah kesiapan untuk memikul beban rumahtangga melalui pernikahan, membangun keluarga, menjalani peran dalam keluarga yang beradab pada pasangan dan keturunannya.

Salam Pendidikan Peradaban

# fitrahbasededucation

# pendidikanberbasisfitrah dan akhlak